BUDAYA POSITIF ADALAH PUNCAK PRESTASI SEKOLAH
Oleh : M. Adlan Fahmi*
Sebagai pendidik, budaya positif
mungkin bukanlah kosa kata yang baru kita dengar. Budaya positif sepadan dengan
budaya yang baik, lawan dari budaya negative atau budaya yang tidak baik. Sebaliknya,
budaya negatif. Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan, yang berasal dari kata
dasar budaya, adalah buah budi dan hasil perjuangan hidup manusia. Sebagai buah
budi manusia kebudayaan digolongkan menjadi 3 yaitu : 1) Buah pikiran, seperti
: ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan pengajaran, filsafat, dan
sebagainya; 2) Buah perasaan, yaitu segala yang bersifat indah, luhur, baik,
benar, adil, seperti: adat istiadat (etika), seni (estetika), relegiusitas, dan
sebagainya; dan 3) Buah kemauan, yaitu semua cara perbuatan dan usaha manusia,
contohnya aturan, hukum, perundang-undangan, tata cara, perdagangan,
perindustrian, pertanian dan sebagainya. Sebagai hasil perjuangan hidup
manusia, kebudayaan berupa barang- barang buatan manusia dari jaman ke jaman.
Contohnya : adalah alat rumah tangga, alat perang, alat komunikasi, alat usaha
dan sebagainya. (PENDIDIKAN KETAMANSISWAAAN JILID III Disusun oleh Ki
Soenarno Hadiwijoyo)
Dari definisi di atas, bahasan
budaya sangatlah luas dan kompleks. Dalam lingkup lingkungan sekolah, secara
sederhana, budaya sekolah yang positif adalah lingkungan sekolah yang aman, dan
mendukung murid untuk menjadi pribadi yang berdaya, seimbang, selamat, dan bahagia.
Tentu hal ini memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu Menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak agar mereka mendapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi - tingginya baik sebagai manusia,maupun sebagai anggota masyarakat.
Maka, sudah seharusnya sekolah tidak hanya berfikir rutinitas pembelajaran,
tetapi lebih dari itu, sekolah harus berfikir bagaimana mewujudkan budaya
positif di sekolah.
Salah satu budaya positif yang
sangat penting untuk diwujudkan di sekolah adalah disiplin positif. Disiplin positif
adalah disiplin yang muncul dari dalam diri murid sendiri, bukan karena
pengaruh dari luar berupa hukuman, konsekuensi, maupun penghargaan. Diane
Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001, menyatakan bahwa
arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang
artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang
sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau
pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu
aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi
intrinsik, bukan ekstrinsik. Hal itu sejalan dengan pandangan Ki Hajar
Dewantara, yang menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus
ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline”
yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu
sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah
penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di
dalam suasana yang merdeka.” (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi,
Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470).
Disiplin positif ini didasari dari
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Kita yang selama ini
cenderung mewujudkan disiplin dengan paradigma stimulus respon melalui peraturan,
pembiasaan, hukuman, konsekuensi, maupun penghargaan, pelan-pelan harus berubah
menuju teori kontrol. Dalam teori kontrol meyakini bahwasanya kontrol diri
seseorang ada pada dirinya sendiri, bukan dari orang lain. Begitu juga dengan
murid kita yang selama ini patuh dan mengikuti tata tertib, peraturan, atau
pembiasaan dengan embel-embel hukuman, penghargaan, dan konsekuensi, itu semua
hanyalah ilusi. Sejatinya itu semua bisa terjadi karena murid mengizinkan
dirinya dikontrol oleh tata tertib, peraturan, atau pembiasaan tersebut. Entah itu
karena menghindari hukuman atau ketidaknyamanan atau untuk mendapatkan
penghargaan atau pujian dari kita. Saat berada di luar zona peraturan tersebut,
sangat dimungkinkan murid akan berubah kepada perilaku aslinya.
Dari pemaparan diatas, disiplin positif
merupakan pondasi dari terwujudnya budaya positif. Disiplin positif memiliki peran
yang sangat penting dalam terwujudnya budaya positif. Sudah seharusnya setiap
sekolah mengupayakan tercapainya disiplin positif setiap muridnya demi terwujudnya
budaya positif di sekolah. Bagi penulis, tercapainya disiplin positif setiap
murid yang berujung pada terwujudnya budaya positif merupakan prestasi sejati,
prestasi tertinggi sebuah sekolah yang melebihi pencapaian prestasi baik akademik
maupun non akademik pada berbagai tingkatan.
0 Response to "BUDAYA POSITIF ADALAH PUNCAK PRESTASI SEKOLAH"
Post a Comment